Kamis, 28 Maret 2013

Begalan, Seni Teatrikal Rakyat Khas Banyumasan Sarat Dengan Kawruh


Asal mula terjadinya begalan menurut beberapa budayawan, yaitu konon pada zaman dahulu kala ada dua kerajaan yaitu Mataram dan Padjajaran. Kedua kerajaan itu berniat untuk menggelar acara pernikahan anaknya. Lalu pada saat Raja Padjajaran menuju ke Kerajaan Mataram, di tengah perjalanan putra Raja Padjajaran hilang di tengah alas roban (hutan yang sangat lebat), kemudian sang putra raja meninggal dimakan sarduloseto (macan putih). Begalan merupakan salah satu kesenian tradisional dari pemerintahan kabupaten Banyumas yang biasa dipertunjukkan dalam acara mantenan.
Menurut legenda, Begalan berasal dari kata Begalan dalam bahasa Jawa artinya perampokan. Menurut anggapan dari budaya, tradisi Begalan pertama kali terjadi pada masa pemerintahan Bupati Banyumas yang ke XIV, yaitu Raden Adipati Tjokronegoro sekitar tahun 1850. Pada saat Adipati Wirasaba akan meninggalkan putri bungsunya yang bernama Dewi Sukesi dengan Adipati Tjokronegoro XIV yang bernama Tirtokencono.
Saat Adipati akan ngunduh Putri Sukesi, Adipati melakukan perjalanan dari Wirasaba menuju Banyumas. Pada saat Adipati sampai di sebuah hutan dikenal angker dan banyak begalnya, para rombongan dihadang oleh para pembegal dan meminta barang berharga dari para rombongan. Para pengawal yang memiliki ilmu kanuragan pun melawan para pembegal tersebut dan berhasil mempertahankan barang-barang berharganya. Para pelaku begalan terdiri atas 2 orang yang menjadi wakil dari para mempelai. Dari mempelai pria bernama Surantani dan dari wakil mempelai wanita disebut Suradeta. Surantani bertugas membawa peralatan dapur beronong kepang yang dipikul. Surandeta bertugas menjaga pengantin wanita dan membawa pedang wlira yang berfungsi sebagai pemukul periuk nasi. Setelah dipukul, penonton dapat mengambil barang-barang yang dibawa Surantani.
Setelah kejadian tersebut, maka masyarakat sekitar memaknai peristiwa ini dengan mengadakan upacara Begalan pada saat upacara pernikahan. Mengapa disebut Begalan, karena pada saat itu sang putra Raja Padjajaran meninggal karena dibegal oleh Sarduloseto, sehingga apabila misalnya ada pengantin sulung dengan sulung harus dibegal. Begalan merupakan suatu ritual dari serangkaian upacara pernikahan.
            Kata “begalan” jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti perampokan. Begalan merupakan simbol bergantinya status keperjakaan seorang laki–laki menjadi seorang suami. Namun tidak semua calon pengantin menyelenggarakan upacara seperti ini sebab upacara ini hanya diperuntukkan bagi calon pengantin laki–laki yang merupakan anak sulung (mbarep) dan anak bungsu (ragil), sulung dengan sulung. Akhirnya Begalan menjadi suatu ritual yang dipercayai masyarakat sekitar khususnya wilayah Banyumas dan sekitarnya. Dengan menyelenggarakan upacara tersebut, masyarakat mempercayai dan memohon keselamatan bagi kedua mempelai pengantin.



Dalam melakukan upacara begalan ini terdapat dua jumlah pemain. Satu orang mewakili calon pengantin laki–laki yang disebut Surantani dan satu lagi mewakili calon pengantin perempuan yang disebut Surandeta. Peralatan yang digunakan dalam upacara Begalan disebut Brenong Kepang dan Wlira. Brenong Kepang ialah barang bawaan berupa peralatan dapur dan aneka barang bawaan lainnya yang dipikul oleh Surantani.

Berbagai jenis dapur itu diantaranya ilir, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, serokan, enthong, siwur, irus, kendhil, dan wangkring. Selain itu dibawa juga berbagai macam ubi-ubian, buah-buahan, pala kesimpar, kembang tujuh rupa, beras kuning, pisang raja, pisang emas, dan telur ayam kampung, sedangkan Surandeta membawa barang yang disebut wlira, yaitu pedang mainan yang terbuat dari belahan pohon pinang yang digunakan sebagai sarana (senjata) untuk membegal.
Upacara ini diselenggarakan sebelum ijab kabul dilaksanakan, tepatnya ketika pengantin laki-laki memasuki halaman rumah calon pengantin perempuan. Dalam upacara ini terdapat kombinasi seni tari, seni suara, dan seni lawak yang dimainkan secara bersamaan dalam bentuk dialog antar pemainnya dan diikuti juga dengan gerak tari. Upacara ini diiringi dengan alunan musik yang disebut gending. Adapun irama gending yang mengiringi upacara tersebut diantaranya irama ricik-ricik, cirebonan, gunung sari, gudril, dan eling-eling. Busana yang dipakai pemain Surantani dan Suradenta berupa pakaian adat Jawa berwarna hitam dengan memakai iket wulung jeblakan, dan tidak memakai alas kaki.
Adapun dialog yang digunakan dalam upacara itu hanya sebatas pada pemaknaan terhadap brenong kepang (peralatan dapur). Dialog yang digunakan kedua pemain dalam Begalan ini menggunakan bahasa Banyumasan. Prosesi dialognya dimulai dengan penyebutan salah satu nama dari brenong kepang oleh Surantani, kemudian Suradenta mengartikannya dan juga berlaku sebaliknya sembari diiringi dengan lawakan yang dapat mengundang tawa.
Penyebutan barang bawaan tersebut diantaranya ilir (kipas yang terbuat dari anyaman bambu), dan cething (tempat untuk menaruh nasi). Ilir mengandung nasehat dalam mengarungi rumah tangga yang baru, sepasang suami istri harus mampu membedakan antara pergaulan yang baik dan buruk dalam bermasyarakat. Sementara cething mengandung nasehat bahwa dalam hidup bermasyarakat sepasang suami istri harus mempunyai tatanan sehingga tidak berbuat semaunya sendiri. Dan masih banyak lagi penyebutan baran-barang lainnya yang terdapat dalam upacara ini. Biasanya setelah upacara Begalan ini selesai, brenong kepang atau peralatan dapur yang dibawa menjadi rebutan masyarakat sekitar yang ikut menyaksikan prosesi tersebut.
Dalam ritual ini terdapat nilai–nilai dan makna–makna yang terkandung di dalamnya. Dalam ritual Begalan ini terdapat makna tekstual, makna simbolik, dan makna kontekstual.

  • Makna Tekstual dalam upacara Begalan ini adalah memberikan bekal kepada pengantin tentang dunia rumah tangga, tentang apa yang seharusnya dilakukan pada saat memulai hidup berumah tangga.
  • Makna simbolik ini berkaitan dengan filosofi dari Begalan tersebut. Filosofinya antara lain :

1. Wangking/pikulan adalah mengisyaratkan simbol mikul dhuwur mendhem
jero. Artinya orang hidup jejodohan selalu ada yang berat dan ada yang ringan. Oleh karenanya segala perkara harus direngkuh bareng.
1.      Ilir yaitu dapat bermakna jagad besar dan jagad kecil. Orang berumah tangga baru memasuki jagad cilik. Jagad dalam ilir itu ada empat sudut, yang berarti bahwa pengantin harus bisa memberikan kesejukan kepada pojok papat (empat) yaitu bapak, ibu, mertua laki-laki, dan mertua perempuan. Fungsi ilir adalah dapat ngadem-ngademi (penyejuk) sesama pasangan jika telah terjadi kekisruhan. Selain itu ilir juga bersifat mendatangkan angin untuk mengusir bau yang tidak sedap dalam kehidupan berumah tangga.
2.      Cheting berarti wadah nasi (tempat nasi dari bambu). Artinya manusia hidup berada dalam wadah (dunia) yang memiliki aturan-aturan tertentu. Aturan-aturan itu berarti syariat islam.
3.      Kukusan, kaku pisan/kakune mung sepisan. Orang hidup harus kaku atau kokoh dalam memegang 5 M yakni metu yakni harus keluar untuk bebrayan dengan tetangga tepalih. Mengkurep berarti eling dumateng kekalih tiang sepah. Mlumah berarti eling kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Modot berarti modot pemikirane. Atau ayo mbangun katresnan lan: mencapai cita-cita kalian. Pemikirane ingkang modot dan berkembang.
4.      Centong berarti keadilan dalam rumah tangga. Karena centong selalu digerakan kekanan dan kekiri. Yang menggambarkan kedua pengantin laki-laki dan perempuan perlu adil dan seimbang dalam segala gerakan.
5.      Irus berarti tumindake sing lurus anggone jejodohan. Irus juga bermakna singkatan: i: iman, r: rukun, u: usaha, s: sekalian. Hal ini berarti: ayo pada usaha bebarengan kanthi rukun lan guyub di dasari keimanan. Fungsi irus adalah untuk mencicipi makanan. Artinya laki-laki hendaknya tidak selingkuh dan mencicipi istri orang.
6.      Siwur artinya asihe ojo diawur-awur artinya seseorang pengantin jangan selingkuh.
7.      Tampah, berfungsi kanggo nyunggi. Artinya seorang istri atau suami harus bisa nyunggi atau menjaga aib dari kekurangan kedua belah pihak. Selain itu tampah juga berfungsi untuk menyeleksi mana beras dan mana kotoran yang bukan beras. Oleh karenanya perkataan dan perbuatan perlu diseleksi mana yang baik mana yang buruk.
8.      Pari berarti mapar tur keri artinya harus memperhatikan bobot, bebet, bibit dan kalau sudah tua hendaknya pandai merunduk.
9.      Ciri dan mutu. Ciri dan mutu harus seimbang cara memakainya. Jika tidak seimbang maka terjadi musibah.
10.  Suket; suwe luwih raket.
11.  Suluh; kanggo mbakar-mbakar. Jadi jangan sampai kebakar antara kedua pengantin.
12.  Kendil; ken dadi lancer. Artinya sakinah, mawadah dan warohmah

·         Makna Kontekstual dari Begalan ini adalah dengan adanya menyelenggarakan upacara adat Begalan ini terdapat suatu permohonan keselamatan di dunia terhadap kehidupan pengantin berdua dalam mengarungi kehidupan barunya. Permohonan keselamatan ini seperti diwujudkan dalam brenong kepang (barang bawaan yang berupa peralatan dapur) yang memiliki makna masing – masing barang bawaan tersebut.

KESIMPULAN (ebeg 2)
Nilai merupakan sesuatu yang dipercaya masyarakat yang mempunyai tolak ukur baik / tidak. Nilai yang dapat diambil dari tradisi Begalan ini adalah sebagai piwulang (pelajaran), nasehat, dan bekal bagi calon pengantin dalam mengarungi hidup berumah tangga.



1 komentar:

  1. belum penah nonton begalan. udah susah nyari acara manten yg ada begalannya. kalo di kampus masih pada belajar kok keseniannya sendiri gak tertolong ya?

    BalasHapus