Kamis, 03 Januari 2013

JEJARING SOSIAL DAN FENOMENA CITIZEN JOURNALISM DI INDONESIA


Perkembangan teknologi seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman.  Perkembangan teknologi pun marak terjadi di Indonesia dengan maraknya dunia cyber sosialisasi media dan komunikasi internet seperti blog, twitter dan facebook merupakan sarana jejaring sosial yang ‘menjamur’ di masyarakat. Jaring Sosial Internet merupakan salah satu media komunikasi yang juga dapat dijadikan sebagai media komunikasi sosial bagi masyarakat. Komunikasi sosial merupakan suatu kegiatan komunikasi yang lebih diarahkan kepada pencapaian suatu integrasi sosial. Melalui komunikasi sosial terjadilah aktualisasi dari masalah-masalah yang dibahas.  

Maraknya jejaring sosial memunculkan ruang interaksi dan komunikasi bagi penggunanya dan membuat  mereka menjadi 'lebih berani' dalam menyatakan pendapat dan menyuarakan aspirasinya terutama jika hal menjadi perhatian mereka terlepas bahwa aspirasi dan opini merupakan opini individu maupun menjadi aksi kolektif. Keberadaan 'new media' atau situs jejaring sosial seperti blog, facebook, dan twitter tidak akan menggantikan media massa (media cetak dan elektronik). Sebaliknya 'new media' akan mendukung dan membangkitkan kembali semangat dan jiwa media massa sebagai pilar demokrasi ke-empat. Media-media konvensional justru memanfaatkan jaringan komunikasi (internet) untuk lebih mengkampanyekan media mereka. Sebagai contoh, banyak koran-koran cetak yang menampilkan versi digital atau lebih dikenal dengan koran online.

Salah satu dampak jejaring sosial adalah munculnya animo masyarakat dalam keterlibatan penulisan media secara aktif dari masyarakat. Berbagai isu sosial tidak lagi ditulis oleh para wartawan atau jurnalis sebuah media tertentu.  Dengan adanya perluasan media di internet membuka akses luas bagi masyarakat untuk melaporkan dan mewartakan fenomena.  Dalam perkembangan ini dikenal dengan istilah  citizen journalism. Perkembangan citizen online journalism menggembirakan karena memungkinkan masyarakat indonesia memiliki akses untuk menjadi subyek dalam pemberitaan. Masyarakat juga mendapat kesempatan menyuarakan aspirasinya karena memiliki space di online media. Hal ini penting mengingat media massa – meski berada di dalam lingkup negara yang memiliki kebebasan pers – tetap memiliki keterbatasan misalnya kecondongan pada berbagai kepentingan terutama kapital dan politis.

Kemunculan gerakan civic journalism merupakan reaksi terhadap jurnalisme konvensional yang menghiraukan kewajiban untuk mewakili kepentingan pembacanya, dan dalam tingkat tertentu menjadi alat mengeruk keuntungan semata. Namun civic journalism yang dijalankan oleh mass media tidak mampu bertahan lama lantaran program beritanya memerlukan dana yang besar. Tahun 2003 pelopor civic journalism the Pew Center of Civic Journalism membubarkan diri. Civic journalism ini membuka pintu bagi tumbuhnya Citizen Journlism dimana warga yang mempunyai berita, dan foto dapat menyampaikannya langsung melalui dunia cyber.

Konsep Citizen Journalism pada dasarnya digunakan untuk komunikasi langsung antara citizen (warga) dengan negara yang selama ini dijembatani oleh mainstream media yang menyebut dirinya dari pilar ke-4 demokrasi. Lebih jauh Citizen Journalism membuka forum terbuka bagi interaksi antar warga negara dan menjalankan fungsi advokasi dan watchdog yang selama ini didominasi oleh media konvensional. Fungsi watchdog memungkinkan warga untuk mengawasi kinerja pemerintah untuk memastikan bahwa pemerintah bekerja untuk kepentingan masyarakat luas. Jejaring sosial menjadi sarana alternatif untuk mengembangkan citizen journalism karena komitmennya berlandaskan pada isu-isu lokal, yang ‘kecil-kecil’ (untuk ukuran media mainstream), sehingga luput dari liputan media mainstream. Public journalism dengan model seperti ini mendasarkan sebagian besar inisiatif dari lembaga media. Kemajuan teknologi dan ketidakterbatasan yang ditawarkan oleh internet membuat inisiatif semacam itu dapat dimunculkan dari konsumen atau khalayak.

Rabu, 02 Januari 2013

MENULIS DAN MEMBACA


Oleh: Laras Maharani


Ibarat sepasang kekasih yang saling melengkapi, begitulah saya menganalogikan kata ‘menulis dan membaca’. Terasa kosong bila menulis tanpa membaca dan terasa percuma pula bila membaca tanpa menulis.
Menjadi penulis (apalagi yang ingin sampai terkenal dan karya tulisnya terpajang di toko buku dengan predikat best-seller) pastilah harus membaca terlebih dulukarena menulis bukan hanya soal menghasilkan suatu karya tulis, tetapi juga soal bagaimana metode berpikir dapat berjalan secara teratur yang diiringi peningkatan kognitif, ketajamananalisis, serta semangat mencari tahu. Semua itu mudah ditemukan, entah dengan membaca buku, surat kabar, film, tulisan-tulisan di sosial media, atau membaca fenomena-fenomena yang ada di sekitar kita. Jika asal tulis, bisa dipastikan tulisan-tulisan yang dihasilkan terlihat stagnan, membosankan, dan kalah berisi jika dibandingkan dengan tulisan yang menggunakan riset sebelumnya. Namun sayangnya, sekarang ini makin buanyak sekali bisa kita temukan buku yang isinya cuma asal cuap, berisi motivasi, atau lagi-lagi persoalan cinta yang sepele. Apalagi ditambah dengan isu semakin menurunnya minat baca di Indonesia. Orang-orang lebih memilih asyik baca timeline twitter atau facebook yang mana isinya kebanyakan curahan hati, keluhan, atau seputar kehidupan orang lain yang sebenarnya tidak penting untuk diketahui. Maka tidaklah heran bila semakin banyak saja tulisan berisi asumsi sesat, opini tidak berdasar, dan ditambah buku-buku mainstream sebagai pengkonstruksi untuk selalu tampil ‘sepatutnya’ di depan khalayak. Cara agar tampil cantik, tips tampil hijab sopan namun tetap gaya, cara bagaimana bisa kaya mendadak, dan lain sebagainya. Hal itu membuktikan bahwa semakin banyak pula tulisan yang hanya sekedar tulisan. Tidak ada ide yang berkembang, juga tidak ada perspektif baru yang terbangun disana.
                Sama halnya dengan membaca tanpa menulis. Sangat percuma jika buah pemikiran hasil apa yang didapat setelah membaca tidak dibagi ke orang-orang di sekitar kita, baik itu lewat blog (apa yang seperti saya lakukan sekarang), share into twitter, status update in facebook, mengirim opini ke surat kabar atau majalah, atau malah lebih keren lagi bila dibukukan. Tidak masalah jika bacaan kita komik sekalipun. Sayapernah membaca buku mengenai agama Buddha dalam bentuk komik. Dan penerbit Resist Book pun pernah menerbitkan komik tentang feminisme untuk pemula. Dan menurut saya, cara itu sangatlah menarik karena mudah dimengerti.
                Berbicara tentang membaca tanpa menulis, saya jadi teringat salah satu teman di kampus saya. Sebut saja E. Tiap hari kerjannya nongkrong di kantin dan berceloteh tentang banyak hal, terutama cerita tentang isi buku yang baru dibacanya. Setiap E berbicara, dari awal sampai akhir penjelasan, tak ada yang boleh interupsi. Awalnya saya kagum pada si E dan menganggap E sangat cerdas karena tahu banyak hal. Tapi lama kelamaan, saya heran, kenapa si E ini rela berceloteh hingga mulut berbusa dengan topik selalu berbeda di setiap harinya, yang mana topik tersebut ia pilih sesuka hatinya. Ditambah lagi gossip-gossip bermunculan tentang si E yang katanya ‘ingin pinter sendiri’, ‘omdo alias omong doang’, ‘pelit ilmu’, ‘pencitraan biar dikata intelektual’, dan lain-lain. Mendengar gossip itu semua semakin memperparah penasaran saya terhadap si E. Saya pun iseng bertanya, “E, kenapa kamu tidak menulis?”
Lucunya, dia malah balik bertanya, “Kenapa saya mesti menulis?”
Dengan berani aku menjawab, “Biar semua ilmu yang kamu sebarkan di kantin itu tidak cepat menghilang seperti angin.”
Mendengar jawabanku, si E tertegun. Mungkin tersinggung. “Kok mirip angin?”
                “Ya seperti angin yang hanya sementara terasa lalu pergi begitu saja tak berbekas. Persis kamu. Ucapanmu bisa saja menempel di otak teman-teman, tapi bila tidak ada benda atau karya nyata yang bisa berfungsi sebagai pengingat ucapanmu, itu artinya percuma. Apalagi kalau kamu sedang berbicara benar-benar satu arah. Kamu sangat mendominasi. Itu forum diskusi, bukan khotbah jumatan, E. Teman-teman yang lain kan pasti ingin bertanya sama kamu.”
                “Saya belom siap menulis. Bukan karena saya nggak bisa menulis, tapi karena hhmmmm karena apa yang selama ini saya sampaikan sebenarnya hanya terbatas dari apa yang saya terima dari buku yang saya baca. Saya takut feedback. Tapi saya sadar sebenarnya pengetahuan saya ini masih sangat terbatas. Dan dengan menulis sama saja memperlihatkan kelemahan saya di depan teman-teman. That’s why I love talking more than writing.” akunya.
                 Jawaban dari berbagai gossip teman-teman pun terjawab sudah kini.
               
Nah dengan begitu, walaupun susah, tapi percayalah aktivitas menulis dan membaca itu akan lebih indah bila jalan beriringan dan saling mendukung satu sama lain. Seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, menulis dan membaca ibarat sepasang kekasih yang saling melengkapi satu sama lain. Bila dirasa telah dapat pengetahuan setelah membaca dan siap menulis, ya mulailah dengan menyusun kerangka berpikir terlebih dahulu. Namun apabila di dalam pembuatan kerangka berpikir atau ketika mengerjakan inti tulisan si penulis mengalami stuck (yang saya yakin ini pasti akan terjadi) mau tidak mau penulis musti membaca lagi. Baik itu membaca buku yang sama atau referensi pendukung lainnya.
Oh iya, yang terakhir. Disamping niatan melakukan riset, lebih kongkrit lagi kalau hasil dari apa yang kita baca dan tulis benar-benar dipraktekkan di kehidupan nyata. Semisal kamu berbicara tentang pemberdayaan masyarakat, lebih keren kalau kamu mengimplementasikannya di realita. Jadi hal ini bisa juga berperan sebagai penyempurna bacaan dan tulisan yang kita buat. 

So now going to my closing statement: Jangan malas membaca dan jangan takut menulis!


Selasa, 01 Januari 2013

HELLO EVERYONE! HAPPY NEW YEAR 2013!!!



Well, entah gue yang emang gak punya hati atau too-enjoyed-my-all-365 days-ago, but I finally realized that time flies soooooooooo fast! Even faster and faster! Padahal rasanya baru kemarin gue duduk manis di depan komputer rumah nungguin pergantian tahun dari 2011 ke 2012 sambil youtubing Zooey Deschanel nyanyiin lagu New Year’s Eve bareng Joseph Gordon-Levitt. Dan sekarang, gak berasa sudah memasuki tahun 2013, yang mana suku maya bilang gak akan ada. (Poor you, maya. Informasi lo gak akurat ah!)

Anyway, bertambahnya tahun otomatis semakin bertambah pula umur. So, utilize your time as nice as you can (cause time is the most our precious asset!) and always do your best in every step that you take. Not only for today or random time which depends on your mood, but also EVERY SINGLE TIME until the rest of your life. Oh iya, jangan lupa semangat, baca doa, dan tetap optimis walau konflik menghadangmu! Seperti gue yang mulai semangat untuk coba berkarya dengan menulis tiap hari di blog ini. Dan gue optimis kok that you’re gonna like it although my writing lil’ bit stupid and trashy. But trust me, it can make you smile :)

Persetan deh orang mau bilang tulisan ini apa.

So fellas, have you created many plans for this 2013? What are you gonna do next? Tell me!





Wait, WILL I BE 22 YEARS THIS YEAR? Geez.